Monday, October 10, 2011

CSR, Pengurang Beban Pajak


Biaya tertentu yang dikeluarkan untuk kegiatan CSR kini dapat dikompensasi menjadi pengurang nilai pajak. Kebijakan ini diatur Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.03/2011


Setiap perusahaan kelapa sawit kini dapat mengajukan klaim pengurangan biaya pajak tertanggung, senilai biaya-biaya tertentu yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk mendukung kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Inilah bentuk insentif kepada setiap pelaku usaha yang melaksanakan program CSR.


Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal I tertulis, tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan, komunitas setempat, maupun masyarakat secara umum.


Bab V pasal 74 mengatur secara gamblang maksud dan tujuan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan, berikut perusahaan yang bergerak di sektor apa saja yang wajib melakukannya. Juga, segala biaya yang muncul akibat penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan, menjadi beban perusahaan secara keseluruhan. Bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kebijakan itu bakal dikenakan sanksi.


Kebijakan ini semula ditentang oleh banyak pelaku usaha. Pasalnya, pemerintah seolah-olah melimpahkan kewajiban dalam membina masyarakat dan menjaga lingkungan kepada dunia usaha. Hingga kini, penerapan CSR masih bersifat sukarela, belum menjadi kewajiban (mandatori).


Dalam perjalanannya, pada 30 Desember 2010 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Sosial, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.


Secara umum PP No 93 Tahun 2010 terdiri 10 pasal itu mengatur jenis kegiatan CSR apa saja yang bisa menjadi pengurang beban pajak. Pasal 1 menyebut ada lima kegiatan sosial dan lingkungan yang bisa menjadi pengurang beban pajak. Pertama, sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.


Kedua, sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang ada di wilayah Indonesia dan disampaikan lewat lembaga penelitian dan pengembangan, ketiga, sumbangan fasilitas pendidikan, keempat, sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan kelima, biaya pengunaan infrastruktur sosial untuk keperluan pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.


Melihat biaya yang ditimbulkan kegiatan sosial dan lingkungan itu cukup besar, maka pasal 2 menyatakan, segala bentuk biaya yang ditimbulkan itu setidaknya tidak menjadi beban bagi perusahaan dan membuat perusahaan merugi.


Aturan itu mencatat tidak semua beban biaya yang dikeluarkan perusahaan guna implementasi kegiatan sosial dan lingkungan dapat sepenuhnya menjadi pengurang beban pajak. Pasal 3 menyebutkan, hanya 5% dari total biaya yang bisa diganti lewat mekanisme pengurang beban pajak.


Untuk teknis perhitungan dan bentuk pelaporan kegiatan sosial dan lingkungan perusahaan dijelaskan lebih detail pada PMK No 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
(dikutip dari www.infosawit.com)

No comments:

Post a Comment