JAKARTA - Kinerja industri kelapa sawit Indonesia dinilai masih rendah ketimbang Malaysia. Terutama di industri olahan minyak sawit.
Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Perkebunan Non Pangan Lainnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Sri Hadisetyana mengatakan, dari total ekspor minyak sawit nasional, baru 30 persen minyak sawit olahan, sedangkan sisanya non-olahan. Sedangkan di Malaysia, 70 persen ekspornya adalah minyak sawit olahan yang memiliki nilai tambah.
Produk turunan CPO, kata dia, memiliki nilai tambah yang sangat tinggi. Untuk itu, kata dia, sangat dibutuhkan program hilirisasi sawit. Sri mencontohkan, minyak goreng bernilai tambah 60 persen, RBD stearine 90 persen, margarine 180 persen, fatty acid 300 persen, fatty alcohol 400 persen, metil ester 500 persen, surfaktan 800 persen, dan kosmetika sekira 1.200 persen.
Namun, kata dia, beberapa hal dinilai masih menghambat kinerja industri sawit nasional, seperti penerapan Bea Keluar dan keterbatasan teknologi.
“Namun sekarang sudah dilakukan revisi Bea Keluar CPO, di mana bea keluar produk semakin ke hilir semakin rendah, ini akan memacu hilirisasi produk minyak sawit,” jelas Sri di Jakarta, Selasa (4/10/2011).
Kemenperin mencatat, pada tahun lalu, luas perkebunan kelapa sawit di Malaysia mencapai 5,1 juta hektare (ha) dengan produksi sekira 19,3 juta ton per tahun. Sedangkan luas lahan Indonesia 7,1 juta ha dengan produksi sekira 19,3 juta ton per tahun. Sedangkan luas lahan Indonesia 7,1 juta ha dengan produksi 22 juta ton per tahun. (mrt) (Sandra Karina/Koran SI/rhs)
(diktip dari www.okezone.com)
No comments:
Post a Comment